Pernah tidak berfikir seperti ini,,,??


Semakin panjang usia kita, semakin panjang pula catatan pengalaman hidup kita. Pepatah mengatakan “Banyak makan asam garam”. Bagi mereka yang mau memetik pelajaran dan pengalamannya, maka pengalaman jadi kekayaan yang unik baginya. Usia membawanya pada kebajikan. Sedangkan bagi mereka yang acuh, pengalaman tak Iebih dan goresan di atas pasir pantai. Usia tak menjamin apa-apa selain ketuaan baginya. Mari kita renungkan beberapa realitas yang terjadi dan melingkari kehidupan kita!

Pernah tidak berfikir seperti ini,,, ;
  • Hari ini kita mendapatkan lebih banyak kenyamanan, tetapi kekurangan waktu! 
  • Kita memiliki derajat lebih tinggi, tapi sering kurang akal!  
  • Lebih berpengetahuan, tetapi kurang pertimbangan!  
  • Kita memiliki lebih banyak ahli, tetapi lebih banyak masalah timbul!  
  • Lebih banyak obat, tapi kurang kebugaran!
Kita menghabiskan waktu dengan sembrono, kurang senyum, mengemudi terlalu ngebut, terlalu cepat marah, bangun sering terlambat, terlalu cepat lelah,  sedikit membaca, menonton TV terlalu sering, dan sangat jarang berDOA!
  • Kita memiliki banyak barang/benda, tetapi kurang bernilai! 
  • Terlalu banyak berbicara, kurang cinta dan terlalu sering berbohong!  
  • Kita belajar bagaimana membuat sesuatu menjadi hidup, tetapi justru mengerdilkan arti kehidupan itu sendiri!  
  • Kita memiliki bangunan2 tinggi, tapi lebih mudah emosi!  
  • Jalan raya yang lebih luas, tapi sempit sudut pandang!  
  • Kita menghamburkan uang lebih banyak, tapi memiliki lebih sedikit!  
  • Kita membeli lebih banyak, tetapi menikmati lebih sedikit!  
  • Kita sudah mampu jalan2 ke bulan & kembali, tetapi memiliki masalah hanya untuk bertemu orang yang kita cintai !
  •  Kita telah menaklukkan luar angkasa, tetapi tidak dengan ruang batin!  
  • Kita telah mampu membagi atom, tapi tidak mampu membagi waktu dengan yang terkasih.   
  • Kita menulis lebih banyak, tapi kurang belajar!  
  • Lebih banyak perencanaan, tetapi kurang pencapaian!  
  • Kita mampu belajar dengan cepat, tetapi tidak untuk kata “menunggu” dan antri!  
  • Kita memiliki pendapatan yang lebih tinggi, tapi dengan moral lebih rendah.  
  • Kita menciptakan lebih banyak komputer untuk menampung informasi lebih besar, menghasilkan lebih banyak data, tapi kurang komunikasi !  
  • Kuantitas berlebih, tapi kurang berkualitas!  
  • Sekarang eranya makanan cepat saji, tetapi kita lebih lambat “mencerna!  
  • Lebih banyak jenis makanan, tetapi banyak yang kurang gizi!  
  • Orang bertambah tinggi tapi dengan karakter rendah ! 
  • Mendapatkan keuntungan yang besar tetapi memiliki  hubungan yang dangkal!  
  • Lebih banyak waktu luang tapi kurang menyenangkan!  
  • Mempunyai dua penghasilan, tapi perceraian lebih banyak!  
  • Banyak bangunan rumah yang indah, tapi bobrok isinya !

Mengapa hal ini terjadi? 
 
Meski kita sama-sama dinaungi oleh langit yang sama; meski kita sama sama diterangi oleh cahaya matahari yang sama: meski kita sama-sama digelapi oleh malam yang sama, namun kita tak pernah sama dalam menyikapi semua itu. Kita melihat cakrawala dari ketinggian yang berbeda. Kita melangkah di jalan setapak dengan bobot yang berbeda.

Kita mengisi ruang dan waktu ini dengan besar tubuh yang berbeda pula. Maka. meski kita lahir di bumi yang satu. namun kita hidup di dunia yang berbeda-beda. Kita mempunyai sudut pandang yang tak sama bagi setiap orang. Keunikan itu takkan banyak berarti bila tak menjadi kekayaan bagi kita. Dan, kekayaan itu tak banyak bermakna bila tak membuat diri kita semakin bijak bestari.

Hampir seluruh persoalan hidup bermula dari ketidakmauan kita menerima hidup ini apa adanya. Kita tak mampu berkompromi pada kenyataan. Kita tak sudi melepaskan kacamata paradigma dan melihat realitas secara sederhana. Kita lebih suka bermain-main dengan persepsi. Kita Iebih senang berlindung membenarkan pikiran diri sendiri. Padahal itu adalah bentuk lain dan belenggu sehari-hari.

Mari sejenak kita pejamkan mata. Menemukan kesejukan pikiran. Menggali ketentraman perasaan. Menyentuh jiwa yang tenang. Menekuri setiap tarikan nafas. Menyadari keberadaan kita di bumi ini. Meneguhkan kembali ikrar kita pada semesta yang agung; ikrar untuk mencurahkan yang terbaik bagi hidup ini.
 
Bukankah demikian?