dumber_dore

my greatest dad



Selama ini kita selalu menuliskan cerita cerita perjuangan seorang ibu untuk anaknya.
Lalu bagaimana dengan Papa?

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak kecil……
Papa biasanya mengajari buah hati kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu… Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya” , Mama takut anak yang di sayanginya terjatuh lalu terluka….
Tapi sadarkah kamu? Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu sikecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba. Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”. Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
“Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”. Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja…. Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”. Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga.. Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu… Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama….
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu? Ketika saat seorang pacar mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia…. Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu.. Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu? Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk
melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir… 

Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut -larut… Ketika melihat sikecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang? “Bahwa sikecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa” Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti… Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa

Ketika kamu menjadi anak dewasa…. Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain… Papa harus melepasmu di bandara/terminal/stasiun.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu? Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini- itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. . Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat. Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa. Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka dan mainan baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan…
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah :“Tidak…. Tidak bisa!”
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “ sikecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang belahan jiwamu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin.. Karena Papa tahu…..
Bahwa lelaki/wanita itulah yang akan menggantikan posisin dan perhatiannya nanti.

Dan akhirnya…. Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang yang mengasihimu,
Papa pun tersenyum bahagia…. 
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia,
kemudian Papa berdoa…. Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata:
“Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik…. sikecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi seseoarang yang luar biasa…. Bahagiakanlah ia bersama pasangannya…”
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…
Dengan rambut yang telah dan semakin memutih….
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya…. Papa telah menyelesaikan tugasnya….

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita…
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal…


*bukan tulisan sendiri
READMORE
 

tentang itu,,



Sore itu ketika matahari mulai terbenam, aku bersama nelayan Tua  asyik ngobrol dibale panjang depan rumahnya menghadap pantai di Pulau Derawan. Kederhanaan hidupnya tercermin dalam rutinitas sebagai nelayan yg nampak selalu tegar dan murah senyum dalam lingkungan kelurga kecilnya. Dalam obrolan perkenalan ini ada hal yang membuatku tergelitik untuk mengetahui lebih dalam ttg prinsip hidup nelayan Tua ini. Ketika aku melontarkan pertanyaan apa yg bisa membuat pak Tua ini begitu tegar, murah senyum dan nampak bersemangat yg menyiratkan kebahagiaan dan kenyamanan dlm hidupnya.

Pak Tua, apa sebenarnya yang membuat bapak bgt semangat dan terkesan santai ( tdk ngoyo ) menjalani hidup ini, ” aku berseloroh “. Mas, Urip kwi nggur ” sawang sinawang ” sergah pak Tua. Donyo brono dudu ukuran seng biso ndadekno menungso urip bungah utowo seneng, bgt pak Tua menambahkan. Urip kwi biso digawe gampang ugo biso digawe susah. Intine ” Gampange wong Urip kwi, Uripe wong Gampang. Angele wong Urip kwi Uripe wong Angel “.Intine Susah lan seneng kwi ono njerone awake dhewe, dudu onok njabane awak dadine nek jarene piwulang Agomo, Surgo lan Neroko iku yo neng njerone awake dhewe seng wes diraksakno saiki dudu mengko lek wes tumekaning pati.

Sebelum pak Tua melanjutkan pembicaraannya, aku menyela…” Loh, bukannya di dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Surga dan Neraka bisa ditemui di alam akherat nanti pak??? “. Pak Tua menimpali, Lo iku lak jarene Tulisan nok Kitab Suci, opo sampeyan percoyo karo tulisan???. Perkataan pak Tua ini membuatku tertarik untuk melanjutkan diskusi sambil cangkruk di bale panjang sambil ditemani suguhan wedang Kopi. Dengan semangat akupun melanjutkan pertanyaan seperti di bawah ini :

Aku : Mengapa orang mesti beragama?

Nelayan Tua : Siapa yang mengatakan mesti?

Aku : Sejak kecil aku dinasehati untuk menjadi orang yang taat beragama, karena hanya dengan demikian orang akan masuk surga. Lebih khusus, lagi, aku juga diajari bahwa hanya yang memeluk Islam yang bakal masuk surga.

Nelayan Tua : He, he…dan engkaupun percaya?

Aku : Mau tidak mau, karena hanya dengan begitu aku bisa masuk surga. Siapa yang tak ingin masuk surga?

Nelayan Tua : Lantas, apa yang kau maksud dengan surga?

Aku : Menurut berita yang kuterima, itu adalah sebuah tempat yang teramat indah, yang didalamnya ada kebun yang indah, sungai mengalir di bawahnya, dan yang paling menarik..ada bidadari-bidadari yang teramat cantik…

Nelayan Tua : Ooooo….jadi engkau berjuang menjadi pemeluk agama yang taat agar bisa menikmati semua itu?

Aku : Ya, kurang lebih begitu….

Nelayan Tua : Bagaimana jika semua itu tak ada? Apakah engkau masih akan taat beragama?

Aku : aku belum memikirkannya….

Nelayan Tua : Ternyata…engkau itu pribadi yang tak ikhlash..kau berbuat sesuatu karena ada maunya…ada pamrih

Aku : Bukan begitu…aku hanya mengikuti apa yang diajarkan kepadaku….

Nelayan Tua : He, he…kini engkau berkilah……Tapi baiklah…apakah yang mengajarkanmu demikian, pernah melihat surga? Apakah mereka tahu pasti bahwa surga itu ada?

Aku : aku tak yakin..yang kutahu..mereka mengatakan surga itu ada karena itulah yang dikatakan Kitab Suci…

Nelayan Tua : Oh..jadi, diapun belum pernah tahu dan melihat sendiri…..

Aku : Lalu apa salahnya..bukankah yang dikatakan Kitab Suci itu pasti benar?

Nelayan Tua : Yang bilang salah siapa? aku hanya ingin tanya, apakah pemahamanmu, dan pemahaman orang-orang yang mengajarimu tentang yang dikatakan di dalam Kitab Suci itu pasti benar?

Aku : Kalau boleh jujur, kemungkinannya bisa benar ya bisa salah…

Nelayan Tua : Lalu, apa yang bisa menjadi tolak ukur bahwa pemahaman itu benar atau salah…

Aku : Bukankah..pemahaman terhadap Kitab Suci itu sudah baku? Bukankah semua ulama memahami bahwa memang surga itu seperti yang dikatakan di dalam kitab suci, dan bahwa itu hanya diperuntukkan bagi orang Islam?

Nelayan Tua : Itulah masalahnya….kamu menganggap sesuatu yang cuma merupakan pemahaman, persepsi, hasil olah pikiran, sebagai sebuah kebenaran yang mutlak dan baku…

Aku : Lalu…bagaimana semestinya…?

Nelayan Tua : Mari kita bicara tentang sebuah samudera. Menurutmu, bagaimana caranya agar kita bisa tahu tentang samudera itu? Apakah kita sudah punya alat untuk mengetahuinya?

Aku : Dengan mataku, aku bisa melihat permukaan samudera yang biru…kadang aku bisa melihat kapal berlayar di permukaan samudera itu…

Nelayan Tua : Baik…lalu apa yang ada di balik permukaan samudera itu? Ada apa di kedalamannya?

Aku : aku bisa menduga-duga dengan pikiranku..mungkin di dalamnya banyak ikan…mungkin juga ada terumbu karang..atau barangkali ada kapal selam….

Nelayan Tua : Apakah pasti demikian yang ada di dalam samudera?

Aku : Ya belum tentu…..

Nelayan Tua : Satu2nya cara untuk mengetahui apa yang sesungguhnya ada di dalam samudera itu kamu harus menyelam..kamu harus masuk ke kedalaman….

Aku : Tentu saja…

Nelayan Tua : Lalu, bagaimana caranya agar kamu bisa tahu hakikat surga?

Aku : Pertama, aku sekadar mempercayai apa yang dikatakan oleh orang yang menurutku pintar…Kedua, aku gunakan akalku untuk menduga-duga seperti apa surga itu…Tapi, jelas, aku memang tak akan tahu banyak tentang surga jika begitu…Yang paling mungkin membuat aku tahu kebenaran surga..ya aku harus masuk dulu ke situ..aku harus menyaksikannya langsung….

Nelayan Tua : Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukannya?

Aku : Bukankah itu tak perlu? Bukankah sudah ada kitab suci? Bukankah sudah ada ulama yang membimbing kita?

Nelayan Tua : Kalau kau tak lakukan, kau tak akan pernah tahu kebenaran sesungguhnya…kau hanya akan terus dalam praduga, prasangka….bahkan sejatinya, kau juga tak akan tahu apakah yang selama ini kau yakini, yang kau terima sebagai ajaran dari sekian banyak orang yang kau anggap pandai itu, benar atau salah….

Aku : Kamu benar…..tapi mungkinkah?

Nelayan Tua : Di dalam dirimu…sesungguhnya ada pintu gerbang untuk mengetahui hakikat kebenaran yang selama ini tersembunyi?

Aku : aku tak pernah mendengar hal itu…

Nelayan Tua : Ha..ha…ha….

Aku : Mengapa tertawa..

Nelayan Tua : Kau naif sekali…Kau yakin sekali sebagai pemilik tunggal surga, tapi hal sepele begitupun kau tak tahu…

Aku : Ajari aku….aku sadar bahwa aku memang naif..

Nelayan Tua : Untuk bisa menemukan gerbang itu..kau harus melakukan banyak hal: kau harus singkirkan kedengkian, amarah, keserakahan, dan berbagai keburukan lainnya dari dalam hatimu…

Lalu, kau sering-seringlah memasuki alam keheningan..buat pikiranmu diam sejenak..biarkan dirimu berhubungan dengan suara di dalam hatimu…Berikutnya…kau harus berbuat baik kepada semua yang ada di sekitarmu…termasuk kepada pepohonan, bebatuan, langit, penghuni langit, tetangga, leluhur, dan semuanya…

Aku : Berat sekali….

Nelayan Tua : Ha, ha..begitu saja sudah berat kok yakin jadi pemilik surga….

Aku : Dalam hati aku misuh misuh pada diriku sendiri…Diampuuuuuuttt…aku memang GEMBLUNG..!!.

Nelayan Tua : Ya sudah, berhubung sudah larut kita akhiri jagongan ini, istirahat dulu bukannya besok kau akan menyelam??? nanti kau akan tahu sendiri keindahan di dalam laut setelah kau menyelaminya sendiri bukan dari cerita2 yg dutuliskan orang lain dlm buku.

Aku : Baik pak, terima kasih sudah bersedia menemani dan mengantarkan saya menyelam besok pagi.
READMORE
 

suami ideal itu,,,,



Membawa beban dipunggung puluhan kilogram, tak pernah menyerah pada cuaca buruk, bertanggung jawab pada teman seperjalanan, bisa memasak dan selalu menerima dalam keadaan terburuk sekalipun. Mungkin tak terlalu berlebihan jika hal - hal itu dinobatkan pada para pendaki yang kebanyakan di dominasi oleh para pria. 

Membawa tas ransel besar ( carrier ) dengan isi belasan atau bahkan puluhan kilogram ibaratkan satu keluarga yang dipikul pada pundak seorang pria menuju puncak. Tas itu merupakan nyawa, hidup dan amanah yang tidak boleh lepas dari punggungnya. 


Dengan susah payah tas itu dibawa menuju puncak melewati jalan setapak yang curam menanjak. Belum lagi ketika cuaca tidak bersahabat, hujan badai, kabut tebal, dingin yang menusuk. Menjadi cobaan tersendiri bagi mereka, hanya kesabaran, keikhlasan dan semangat tak kenal lelah yang menjadi modal utama.



Suatu pendakian umumnya dilakukan oleh beberapa orang dan mereka saling bertanggung jawab satu sama lain.Jika salah satu cidera atau menurun kesehatannya, pasti mereka akan membackup dan merawatnya dengan sabar. 



Ketika waktu makan tiba pasti semuanya sibuk menyiapkan masakan yang akan dihidangkan, kadang menunya pun tak pernah ada di restoran manapun. Mereka adalah chef hasil didikan alam. Tidur beralaskan matras yang jauh dari kata empuk, dinginnya cuaca pegungungan, berhimpit - himpitan dengan teman setenda, belum lagi jika ada salah satu yang kentut atau mendengkur. Tidak jadi masalah bagi mereka, bahkan hal itu dianggap cerita untuk anak cucu mereka nanti.



Selalu dengan tawa dan senyuman mereka menikmatinya.Kepuasan wajah mereka akan terlihat jika telah menapaki puncak yang jadi tujuannya. Tak ada yang bisa menggantikan itu dalam hidup mereka, rasa sakit, lelah dan hampir putus asa akan hilang ketika melihat matahari sebagai awal baru datang di ufuk timur. Jadi ..... untuk para wanita, berminatkah mencari suami ideal seorang pendaki???
READMORE
 


kita bicara tentang apa, kawan?
siang malam ibu2, gadis muda, anak kecil, pembantu duduk rapi menonton sinetron penuh gombal kehidupan, acara gosip2 murahan menyengat bau bangkainya, atau lagu2 merengek bicara cinta dan omong-kosong!
siang malam bapak2, bujang tanggung, anak baru mengeja huruf duduk nyaman menonton carut-marut berita, talkshow yang dari pembicaranya berleleran ludah sok-gaya, atau reality show penuh tipu2

kita diskusi tentang apa, cuy?
setiap jengkal hidup diisi iklan2 konsumerisme berbungkus kemasan suci bagai perawan tak berdosa... pertunjukan gemerlap konsumerisme dihiasi polling2 bodoh yg dibuat laksana patriotisme dan bisa bermanfaat bagi bangsa negara..
setiap kaki melangkah mentok sana-sini dengan mall, plaza, city center, bahkan di kampung2 pun dikepung minimarket dan jaringan MLM...dan lihat, si pencetus semua gaya hidup ini lewat menaiki alphard...yg harganya,, pembantu bekerja 200 tahun saja seluruh gajinya ditabungkan tetap tidak terbeli.. dan lihat, si pemeran sinetronnya.. menangis sebentar, kontan dibayar seharga uang sekolah si bujang selama setahun..durasi 30 detik di televisi seharga 10 MCK di kampung agar mereka tidak berak sembarangan di kebun dan bikin disentri, kolera menyebar..iklan satu halaman penuh di suratkabar, seharga perbaikan 100 dapur kampung, agar asap tidak mengungkung rumah dan membuat penyakit saluran pernafasan menjadi pembunuh nomor 1 di pelosok2 negeri..

oi, kita bicara tentang apa, lai?
kita kenal friend antah berantah di moskow, kita add artis, penulis, macam dekat benar ber-haha-hihi di wall, pages-nya.. tapi apakah kita kenal tetangga sebelah rumah? pernah mengantar makanan ke mereka? atau jangan2 kalau ada orang bertanya di mana rumah Pak Mahmud, kita cuma bego manggut-manggut padahal rumahnya persis di depan jidat kita..kau mau bicara tentang budaya apa, kawan?setiap bulan puasa tiba, berjejelan orang berkerudung cantik sekali; ceramah muntah bagai peluru dari senapan mesin... setiap naik haji, dengan cepat kuota 200 ribu sekian terpenuhi, bahkan jamaah yg menangis gagal berangkat jd tontonan.. tapi lihat? mengurus pengantar surat nikah di kelurahan saja harus bayar 50.000 rupiah.. mengurus surat kematian harus menyumpal petugasnya.. apalagi calo2 dokumen lebih penting.. jangan tanya soal mengurus keadilan di negeri ini..gombal!hari ini semua urusan hanya berputar di perut, selangkangan, lantas berkelindan di mulut, tangan, kaki sebagai bawahan.. tidak ada lagi kesempatan bagi hati untuk bisa sedetik saja memberitahu: pada akhirnya semua hanya menjadi debu tdk bersisa..

kita memang sedang bicara tentang apa..
READMORE
 

beragama dan kegilaan



Sigmound Freud, seorang pakar psikoanalisa, pernah mengatakan bahwa: “Agama dapat menyebabkan pemeluknya mengalami gangguan jiwa”. Menurut Freud, perilaku orang beragama adalah perilaku orang yang sedang mengalami gangguan kejiwaan.

Lihatlah, kata Freud, bagaimana seorang pemeluk agama rela melakukan segalanya hanya demi janji2 semata. Ia bahkan rela mengorbankan nyawanya demi janji surga yang belum tentu didapatkan. Jika bukan atas nama agama yang menjanjikannya, tak mungkin seseorang melakukan segala sesuatu hanya berdasarkan pada janji2 tanpa bukti?.

Kemudian, simak bagaimana pemeluk agama selalu mengulang2 rutinitas ritual yang “begitu-gitu” saja di setiap harinya. Hanya orang yang sakit jiwa  yang selalu mengulang perbuatan dan perkataan yang sama pada setiap harinya. Bila agama telah semakin dalam merasuki para pemeluknya, ia semakin berbahaya bagi pemeluknya dan bagi orang lain. Secara sepintas, tesis Freud ini benar, bahwa agama menyebabkan gangguan kejiwaan.

Di kemudian hari, tesis Freud ini pun terbantahkan. Sebab agama ternyata bisa menyehatkan jiwa seseorang. Lihat bagaimana sufi besar Fudhail Ibn Iyadh yang mantan gembong perampok bisa “sembuh” takkala mendengar lantunan Ayat suci Alquran. Atau lihat bagaimana orang kota banyak berbondong2 memenuhi kelas2 sufi demi mendapatkan obat bagi jiwa yang tengah terlanda strees yang berkepanjangan. Bahkan psikologi menawarkan agama sebagai jalan keluar terbaik dalam mengatasi pelbagai gangguan kejiwaan. Jadi agama ternyata bisa menyembuhkan sakit jiwa seseorang dan gugurlah tesis Freud.

Lalu bagaimana dengan kasus pelaku bom Bali?. Bukankah hanya orang yang sakit jiwa yang rela mengorbankan nyawanya sekaligus dengan tega mencederai orang lain?. Dr. Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Agama berpendapat bahwa agama -sesungguhnya- menyembuhkan jiwa seseorang, membikin sejuk sebagaimana misi agama tersebut.

Walhasil, Agama tidak menyebabkan gangguan kejiwaan. Dan jika kita menemukan semisal kasus di atas, seseorang yang taat beragama tapi tega mencederai orang lain, bukan agamanya yang patut dipersalahkan, tetapi cara ber-agamanya. Dengan kata lain kang Jalal, demikian Ia dipanggil, hendak mengatakan bahwa cara beragama yang salah dapat menyebabkan gangguan kejiwaan. Agamanya tak salah, hanya cara beragama-nya lah yang salah.

Beliau menyodorkan tiga tipikal cara beragama yang menyebabkan sakit jiwa, yaitu:

1. Cara beragama yang membuat kita tidak lagi berfikir realistis, membuat kita menolak realitas. Agama baginya seakan2 mengajarkan penyelesaian permasalahan dengan cepat, mengatasi persoalan dengan mudah.

Kita sering saksikan orang yang larut dalam wiridnya yang sangat teramat panjang untuk mendapatkan rejeki, sementara realita yang ada ialah bekerja secara maksimal justru ia indahkan. Orang demikian tidak berpikir realistis serta menolak realitas. Zikir baginya adalah satu-satunya media (catat: satu-satunya) untuk mendapatkan rezeki dengan mudah.

Dalam kasus ini, Umar ra pernah menegur orang yang kerjanya hanya berdoa saja di mesjid tanpa berusaha, “Ya Akhi Lam Tamturi As-Sama’u Bi Zahab Wa La Bi Fidhoh”. Wahai kawan ketahuilah, sesungguhnya langit tak akan menurunkan emas dan juga perak. Agama mengajarkan agar ada keseimbangan antara doa dengan realitas yang ada. Agama mengajak pemeluknya untuk berpikir realistis.

Sah-sah saja seseorang menghabiskan waktunya dengan wirid yang teramat panjang, atau meminta berkah doa bagi kesembuhan kepada seorang Ulama, tapi hendaknya keyakinannya itu tak menyebabkan ia menafikan realita yang ada.

2. Cara beragama yang mengorbankan akal sehat. Seakan2 agama tidak memperkenankan kita memikirkan sosok sang pencipta dengan akal. Agama bak mengunci akal kita dan membuang jauh-jauh unsur akal dalam agama.

Sungguh indah petikan kalimat Plato takkala ia mengadakan pembelaan: Tuhan menciptakan akal untuk diriku. Akal yang membedakanku dengan makhluk rendah lainnya. Jadi bila tidak aku pergunakan untuk memikirkan zat-Nya atau mengungkap rahasia di balik-Nya, harus aku pergunakan untuk apa akal pemberian Tuhan ini agar pemberiannya tak sia2?.

Memang benar tak semua mampu dicerna oleh akal kita. Dalam Dunia Sophie, misalnya, bagaimana sang mentor Sophie menerangkan kegunaan mitos2 itu diciptakan. Mitos tentang hujan yang dimitoskan dengan Thor yang menggesekan palunya atau mendung sebagai kendaraannya. Semua itu dimitoskan untuk sekedar menerangkan hujan agar masuk akal di saat ilmu pengetahuan belum menjangkaunya. Jadi tak tepat bila seseorang bertanya: “Andaikata demikian, lalu bagaimana engkau “meng-akal-kan” siksa kubur, dan sebagainya?”. Ketahuilah bukan jawabannya yang tak ada, tetapi pertanyaanya lah yang salah. Karena, seperti dikatakan di atas, tidak semuanya harus dimengerti dengan akal. Dan pertanyaan itu adalah domain Iman dan bukan akal.

Namun hal itu semua tidak serta-merta menjadikan posisi akal tertutup untuk agama. Akal seharusnya tetap mendapat porsi yang layak dalam suatu agama. Bukankah agama yang benar semestinya dimengerti oleh akal sehat pemeluknya?

3. Cara beragama kaum extrimis.

Kaum ini biasanya akan mengalami penyakit kejiwaan psikis (psikopat) bernama delusi. Penderita yang terjangkiti delusi akan selalu melihat dunia ini serba hitam putih. Sehingga ia akan senantiasa merasa di kelompok yang putih. Sementara yang lainnya berada dalam kotak hitam. Ia merasa seolah-olah dirinya adalah “nabi” yang diutus oleh Tuhan untuk menyelamatkan umat dari kesesatan. Ia diutus untuk menyelamatkan dunia dari pelbagai kerusakan. Di matanya semua orang salah, ia sendirilah yang benar.

Para pengebom Bali agaknya termasuk tipikal golongan ini. Dengan pemahaman keagamaannya yang belum mendalam, ia akan dengan mudahnya menerima semua doktrin tanpa kritis sama sekali. Ia merasa dirinya sebagai sosok “nabi’ yang diutus untuk menyelamatkan dunia dari kerusakan. Dan ia harus menyelamatkan dunia, meski harus mengorbankan nyawanya dan mencederai orang lain di sekitarnya.

Demikian pula dengan sosok2 yang lebih mengedepankan kekerasan dalam beragama. Biasanya penyakit ini akan mudah menghinggapi orang yang menganggap agamnya hanya sebatas ritual saleh semata. Tokh, untuk mencapai surga tidak melulu soal ritual shaleh, melainkan juga ada ritual sosial yang mengimbanginya. Dalam hal ini ungkapan Ali Syariati patut untuk dikedepankan, bahwa sesungguhnya Alquran 70 persen-nya berbicara mengenai hubungan antar manusia.

Mereka beranggapan telah menegakkan panji-panji agama, sebaliknya justru meruntuhkannya dan melumuri panji-panji suci agama dengan jelaga hitam nan penuh kenistaan.

Juga terhadap orang yang memahami kitab sucinya hanya secara tekstual-nya saja, tanpa memperhatikan kontekstual. Sehingga Jihad dimaknai sebagai perang. Yang terjadi ialah memori yang terekam dalam otaknya tentang bagaimana bertemu dengan “bidadari meskipun harus melukai diri sendiri dan mengorbankan nyawa sesama.

Dengan bengisnya mereka menyegel tempat ibadah umat lain, merusak masjid , menebar teror serta menumpahkan darah orang-orang yang tak sepaham dengannya. Sakitnya, dengan bangganya mereka melakukan itu sembari mengepalkan tangan, meneriakkan nama Tuhan. “Atas nama agama.”

Maraknya fenomena terorisme di belahan NKRI, menjadi pertanda nyata bahwa ada kesalapahaman tersendiri dalam memandang agama, terutama tujuan dan misinya. Agama tak patut disalahkan dengan disebut sebagai sumber dari kekerasan, melainkan cara beragama seseorang-lah yang patut untuk kita kaji kembali.

Jadi sudah sehatkah cara beragama kita? Atau jangan2 justru kita telah terjangkiti penyakit kejiwaan?. Dan agama tidak menyebabkan gangguan kejiwaan, tetapi cara menyikapi agama yang salah yang justru menyebabkan gangguan kejiwaan.

READMORE